Kebijakan
Pemerintah untuk memberikan soal ujian nasional yang bersifat prediktif
disamping evaluatif sempat diwacanakan bahkan dibahas oleh sebagian
pengamat. Namun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)
melalui Mendikbud Prof. Dr. Ir. H. Mohammad Nuh, DEA menjelaskan bahwa
tidak perlu adanya perdebatan antara soal prediktif dan evaluatif pada
UN (SMA/MA, SMK/MAK). Hal itu disebabkan materi pembuatan naskah soal
berasal dari kisi-kisi soal yang sama.
Menteri M. Nuh pun menegaskan tidak akan ada perbedaan mencolok terhadap jumlah soal UN evaluatif dan prediktif, karena akan ditentukan berdasarkan persentasi tingkat kesukaran soal UN tersebut. Pihaknya akan membuat persentase tingkat kesukarannya, dari sukar, sedang, sampai mudah, dan persentase belum dibuat, dan itu akan dirahasiakan.
Soal bersifat evaluatif jika menanyakan seputar materi pelajaran yang sudah dipelajari para peserta didik, selama duduk di bangku sekolah menengah atas. Sedangkan soal prediktif adalah soal yang memprediksi kemampuan peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.
Menteri juga mengungkapkan pihak Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri (MRPTN), selaku panitia SNMPTN, akan turut berpartisipasi dalam pembuatan naskah soal. Pihaknya akan mengundang MRPTN untuk sama-sama membuat soal, selain memantau proses penggandaan, pelaksanaan, maupun memindai lembar jawaban siswa itu.
Memang penggunaan UN untuk SNMPTN di tahun 2014 ini merupakan gabungan nilai rapor yang sudah diberi bobot. Nantinya, nilai UN murni digunakan sebagai dasar seleksi SNMPTN. Adapun, bobot nilai ditentukan oleh masing-masing perguruan tinggi. Sedangkan, penggunaan UN untuk SNMPTN tahun lalu baru berupa syarat untuk diterima melalui SNMPTN.
Integrasi penggunaan Ujian Nasional (UN) sebagai syarat masuk perguruan tinggi negeri (PTN), melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) akan secara maksimal diberlakukan di 2014. Untuk itu, kualitas soal UN akan ditingkatkan menjadi bersifat evaluatif, dan prediktif.
Konsep dasar yang disiapkan oleh Pamerintah mulai tahun 2010, yaitu integrasi vertikal, di mana hasil pendidikan dasar bisa dipakai untuk masuk di pendidikan menengah, dan hasil pendidikan menengah bisa dipakai untuk masuk perguruan tinggi negeri. Sehingga dengan demikian ada integrasi secara vertikal. Integrasi vertikal tersebut memiliki makna yang luar biasa, karena ada pengakuan terhadap prestasi yang dicapai seseorang di jenjang pendidikan sebelumnya. Pengakuan itu, katanya, menjadi hal yang sangat mendasar. Menyatunya konsep integrasi vertikal memunculkan rasa saling percaya antarjenjang pendidikan.
Mendikbud menegaskan, tidak ada aturan baku mengenai komposisi nilai UN dan nilai rapor sebagai persyaratan masuk PTN. Penerimaan mahasiswa baru menjadi kewenangan masing-masing perguruan tinggi, sehingga Kemdikbud tidak mengeluarkan aturan baku mengenai komposisi nilai UN dan rapor untuk syarat masuk PTN. Meskipun begitu, setiap perguruan tinggi negeri (PTN) memiliki common sense atau logika umum dalam menentukan komposisi tersebut.
Sumber : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Menteri M. Nuh pun menegaskan tidak akan ada perbedaan mencolok terhadap jumlah soal UN evaluatif dan prediktif, karena akan ditentukan berdasarkan persentasi tingkat kesukaran soal UN tersebut. Pihaknya akan membuat persentase tingkat kesukarannya, dari sukar, sedang, sampai mudah, dan persentase belum dibuat, dan itu akan dirahasiakan.
Soal bersifat evaluatif jika menanyakan seputar materi pelajaran yang sudah dipelajari para peserta didik, selama duduk di bangku sekolah menengah atas. Sedangkan soal prediktif adalah soal yang memprediksi kemampuan peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.
Menteri juga mengungkapkan pihak Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri (MRPTN), selaku panitia SNMPTN, akan turut berpartisipasi dalam pembuatan naskah soal. Pihaknya akan mengundang MRPTN untuk sama-sama membuat soal, selain memantau proses penggandaan, pelaksanaan, maupun memindai lembar jawaban siswa itu.
Memang penggunaan UN untuk SNMPTN di tahun 2014 ini merupakan gabungan nilai rapor yang sudah diberi bobot. Nantinya, nilai UN murni digunakan sebagai dasar seleksi SNMPTN. Adapun, bobot nilai ditentukan oleh masing-masing perguruan tinggi. Sedangkan, penggunaan UN untuk SNMPTN tahun lalu baru berupa syarat untuk diterima melalui SNMPTN.
Integrasi penggunaan Ujian Nasional (UN) sebagai syarat masuk perguruan tinggi negeri (PTN), melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) akan secara maksimal diberlakukan di 2014. Untuk itu, kualitas soal UN akan ditingkatkan menjadi bersifat evaluatif, dan prediktif.
Konsep dasar yang disiapkan oleh Pamerintah mulai tahun 2010, yaitu integrasi vertikal, di mana hasil pendidikan dasar bisa dipakai untuk masuk di pendidikan menengah, dan hasil pendidikan menengah bisa dipakai untuk masuk perguruan tinggi negeri. Sehingga dengan demikian ada integrasi secara vertikal. Integrasi vertikal tersebut memiliki makna yang luar biasa, karena ada pengakuan terhadap prestasi yang dicapai seseorang di jenjang pendidikan sebelumnya. Pengakuan itu, katanya, menjadi hal yang sangat mendasar. Menyatunya konsep integrasi vertikal memunculkan rasa saling percaya antarjenjang pendidikan.
Mendikbud menegaskan, tidak ada aturan baku mengenai komposisi nilai UN dan nilai rapor sebagai persyaratan masuk PTN. Penerimaan mahasiswa baru menjadi kewenangan masing-masing perguruan tinggi, sehingga Kemdikbud tidak mengeluarkan aturan baku mengenai komposisi nilai UN dan rapor untuk syarat masuk PTN. Meskipun begitu, setiap perguruan tinggi negeri (PTN) memiliki common sense atau logika umum dalam menentukan komposisi tersebut.
Sumber : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
0 komentar:
Posting Komentar